Rabu, 19 Juni 2013

Tradisi Penyerahan Perabot Rumah Tangga Dalam Perkawinan (Studi Kasus di

Perkawinan adalah salah satu dari sekian banyak ritual agama yang
dilakukan dengan tujuan untuk menciptakan sebuah keluarga. Dalam masyarakat
pedesaan yang sarat dengan nilai-nilai tradisi, perkawinan tidak hanya dilakukan
dengan tata cara atau peraturan sesuai dengan ketetapan agama. Dalam hal ini
adalah agama Islam.
Salah satu yang terpenting dalam penyelenggaraan sebuah perkawinan
adalah adanya mas kawin. Mas kawin identik dengan pengikat dari pihak
pengantin laki-laki pada pengantin perempuan yang menjadi istrinya. Hukum
Islam tidak memberikan batasan tentang sedikit banyaknya jumlah mas kawin,
karena yang terpenting adalah penerimaan istri akan pemberian suaminya.
Desa Karduluk yang menjadi lokasi penelitian skripsi ini, pemberian
mahar berbentuk barang-barang perlengkapan rumah tangga mulai lemari, dipan/
tempat tidur, kursi dengan meja, lemari hias, dan sebagainya. Barang-barang ini
dibawa ke rumah pihak mempelai perempuan pada saat penyelenggaraan
pernikahan dan dianggap sebagai bagian dari mahar dengan sebutan bhaghibha.
Barang-barang bhaghibha ini dipastikan selalu ada di hampir semua perkawinan
yang berlangsung di desa Karduluk. Bhaghibha ini todak disebutkan dalam
prosesi Ijab Qabul seperti halnya mas kawin tetapi keberadaannya diketahui
semua orang sebagai sebuah tradisi yang dianggap ‘wajib’.
Dampak sosial adanya tradisi ini adalah bahwa seorang laki-laki yang
berasal dari desa Karduluk ini akan menunggu kesiapan dan kesanggupan dirinya
untuk mempunyai barang-barang bhaghibha ini sebelum menetapkan untuk
menikahi seorang perempuan warga desanya sendiri. Karena hal ini tidak
diberlakukan pada perkawinan dengan mempelai laki-laki dari luar desa
Karduluk.
Sedangkan dampak ekonominya lebih merupakan tuntutan tersendiri bagi
sebuah keluarga yang mempunyai anak laki-laki bahwa suatu saat nanti harus
mengusahakan pengadaan barang-barang perlengkapan ini untuk persiapan
perkawinannya.
Hukum Islam tidak memandang tradisi ini berlebih-lebihan. Hukum sosial
sendiri menganggap bahwa tradisi adalah sepenuhnya miliki masyarakat yang
menciptakan dan melestarikan tradisi tersebut.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar